Rahma: A State of Mind (1)

Mungkin aku akan membuat seri tulisan dalam blog ini.

Coba Dulu, kalau Gagal Coba Lagi

Untuk episode pertama, aku akan curhat tentang bagaimana pikiranku menahanku dari olahraga.

Aku pernah langsing. Kurus bahkan. Tidak percaya? Biarin. Tetapi setelah dibawa ke tukang pijat untuk terapi, aku jadi bulat. Tukang pijat katanya membuka katup makanan yang ada di tubuhku. Lalu keluarga kami pindah ke tempat yang agak jauh dari Si Tukang pijit dengan keadaan katup makananku yang masih terbuka. Lalu bablas jadi gemoi seperti sekarang.  Sebenarnya sampai sekarang aku tidak percaya hal itu. Toh aku juga tidak ingat.

Waktu kecil, aku tidak masalah dengan tubuhku. Kalau memang gendut ya tidak apa-apa, yang penting bisa main dan sehat. Tapi kalau sudah ada yang bilang "IH SI GENDUT!" atau "IH SI GAJAH!", jujur itu membuatku minder dan sedih. 

Sebagai orang yang kalau diejek malah jatuh mentalnya, aku tidak mau melakukan hal aku tidak lakukan bisa menurut orang lain. Hal ini berpengaruh pada ke-aktifanku saat berolah raga. Ada yang mengejek bahwa tubuhku yang besar membuatku lambat berlari. Atau gerakanku tidak lincah sehingga memperlambat permainan. Lambat laun kalau diajak bermain kucing-kucingan atau main bola, aku pasti menolak, takut teman-temanku tidak menikmati permainan. Padahal, teman-temanku tidak mempermasalahkannya. Semua itu hanya ada dalam pikiranku saja. Nyatanya, aku bisa kok menghindari temanku saat main kucing-kucingan. Nyatanya, kadang kakiku lebih ringan dari temanku saat berlari. 

Beberapa tahun kemudian, aku dipinta oleh kenalan orang tuaku untuk berolahraga. Awalnya beliau ingin aku berolahraga untuk mempersiapkan diri masuk ke sekolah kedinasan. Beliau menambahkan, bahkan jika aku tidak masuk ke sekolah kedinasan, olahraga tetap bermanfaat untukku. Akhirnya hatiku tergerak untuk serius bergerak. Saat jam olahraga, seingatku untuk pertamakalinya aku berlari dengan serius. Dan saat praktek olahraga lainnya, keseriusan itu belum luntur. Hari libur aku paksakan untuk berlari ke stadion terdekat dari rumah. Semakin lama, semakinku percaya diri.

Walau pun prosesnya juga sebenarnya tidak mulus-mulus amat. Kadang saat berlari, durasinya semakin singkat. Atau kadang saat praktek olahraga, teknik yang kulakukan tidak benar dan jadinya tidak maksimal. Aku bersyukur lingkunganku tidak beracun sehingga tidak membuatku patah semangat.

 Pada akhirnya, yang bisa kutuliskan adalah, tidak ada salahnya mencoba suatu hal jika hal tersebut memberi manfaat yang baik untuk diri kita. Jangan biarkan pikiranmu menghalangimu melakukan suatu kebaikan. Jika gagal atau macet atau apalah itu, kau masih bisa mencoba lagi. Kalau temanmu ada yang sedang mencoba melakukan hal baik, usahakan agar kau tidak menyinyir. 

 Untuk semua orang yang berperan dalam hidupku yang aku tuliskan di sini, aku doakan agar kalian baik-baik saja. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Halaman

Sesuatu Yang Harus di Tulis